WASPADA CIRI dan SIFAT ULAMA SU'U AKHIR ZAMAN EDAN
SENTILAN SENTILUN ALA CAKNUN
Iki serius rek (KOPI KENTHEL memang enak tenan.
Zaman sekarang, Ulama itu kayak artis yang funky dan trendy. Ulama kok kolektor barang mewah, apalagi itu diaplot (pamer) di medsos dan diumbar ke infotainment. Oke Ulama boleh kaya, tapi sebisa-bisanya tetap hidup secara miskin (sederhana). Seorang ulama harusnya bisa berpakaian yang sama dengan pakaian umatnya yang paling miskin. Ulama itu panutan umat. Nggak cuman nyuruh umatnya hidup sederhana tapi dia sendiri ngoleksi barang mewah.
Kendaraan mewah jangan disamakan dengan kuda milik Rasulullah yang hebat (istimewa). Rasulullah panglima perang, tentu butuh kuda yang hebat. Dan juga jangan nggaya niru Nabi Sulaiman sang Nabi milyuner itu. Nabi Sulaiman sebenarnya lebih memilih ilmu (kebijaksanaan) daripada harta, tapi Tuhan ngotot ngasih harta plus ilmu. Salahe sopo.
Tuhan bukan saingannya uang. Hakikatnya Tuhan lah yang membuat uang. Kalau kamu cari Tuhan, maka akan dimudahkan mendapatkan uang dengan halal. Manusia itu derajatnya lebih tinggi dari uang. Jangan sampai ditaklukan oleh uang. Uang yang seharusnya kita taklukan. Makane sekali-sekali duwik iku dipisuhi, "Jiancok koen wik!"
Cak Nun adalah hanya salah satu contoh ideal tokoh revolusioner Islam kultural yang mumpuni tapi ngak mau disebut ustad bahkan julukan kyai. Ngomong agama oke, ngomong politik sip, ngomong budaya joss gandoss, ngomong opo ae asyik. Ngelawak sangat bisa, ngomong serius juga luar biasa. Dan yang paling mbois itu sepak terjangnya selaras dengan omongannya.
Sebenarnya Cak Nun bukan bagian dari arogansi kelompok apa pun, netral. Beliau sangat otentik dan berdaulat atas dirinya sendiri. Meskipun para gurunya berlatar belakang Kyai Khos NU yang kental namun Bukan melabelkan diri berlebihan apalagi mengganggap dirinya sosok bak TUHAN ajibb yang lagi ngetrend. Tapi beliau bisa merangkul dan menerima semuanya. Tidak menuding-nuding madzhab dan atau agama lain "Kafir!", "Jahannam!"
Cak Nun sanggup meniadakan dirinya. Artinya dia nggak kemaruk popularitas. Pernah beberapa kali nulis dengan nama samaran Joko Umbaran. Ada kelompok teater mementaskan naskah dramanya Cak Nun tanpa tahu itu karya Cak Nun, karena inisial penulisnya Joko Umbaran.
Cak Nun bisa saja beli mobil mewah, rumah mewah, poligami dengan banyak istri, tapi itu semua tidak dilakukannya. Beliau hidup secara miskin, dari dulu budayanya ya seperti itu. Pakaiannya, kendaraannya, gayanya, cara hidupnya nggak berubah blas. Maka beliau dengan mudah berbaur dengan segala macam golongan. Dari golongan wedus gembel sampai golongan iwak lohan.
Cak Nun tidak bercita-cita. Pokoknya lakukan saja sesuatunya dengan baik dan sungguh-sungguh, maka Tuhan pasti akan ngasih. Apa hebatnya bercita-cita terus mendapatkan yang dicita-citakannya. Yang hebat itu tidak bercita-cita tapi diam-diam Tuhan ngasih.
Menurutnya, jangan sampai melakukan sesuatu hal itu tujuannya popularitas, eksistensi, apalagi materi. Pokoknya melakukan sesuatu yang terbaik. Kalau mencari akhirat pasti dapat dunia. Maka dari itu Cak Nun tidak perduli dengan tarif tiap kali dia diundang tampil. Nggak kayak Ustadz sekarang yang pasang tarif. Ustadz dijadikan profesi.
Sekarang banyak Ulama yang gemar demo. Ikutan teriak-teriak dengan bahasa yang menyakitkan orang lain. Hidup itu tidak cuman soal baik dan benar, tapi juga pantas dan tidak pantas. Ini soal etika. Pantes nggak se Ulama teriak-teriak memakai bahasa kasar yang menyakitkan hati manusia. Sampeyan iku Ulama, Rocker, opo kuning?
Sejak awal Reformasi, Cak Nun nggak mau lagi tampil di media nasional, beliau memutuskan untuk keliling Shalawatan, mencerdaskan, membesarkan hati, dan menghibur rakyat dengan kelompok musik Kyai Kanjeng. Menurutnya Reformasi itu ReformASU. Karena memang nggak murni Reformasi. Tokoh-tokoh yang dulu ikut meneriakan Reformasi ternyata ngincer jabatan, posisi, lahan basah. Maka beliau tidak mau jadi bagian dari kumpulan politikus busuk itu.
Generasi millennial banyak yang mencemooh Cak Nun sebagai Ustadz yang nggak laku. Maklum, mereka nggak tahu sepak terjang Cak Nun sejak awal. Ngertinya kalau Ustadz nggak sering muncul di TV itu nggak hebat. Cak Nun itu Ustadznya Ustadz, Sudah pantas disebut Kyai tapi Cak Nun tetap tidak mau karena ingin tampil apa adanya dan unik. Orang sekarang baru hafal Al Qur'an terjemahan Depag (Google translate), sudah berani ngeklaim dirinya Ustadz.
Paham nggak? nggak khan...aku dewe yo bingung.
KRIK KRIK KRIK .....Jangkrikku mabur
SALAM AWK
Komentar
Posting Komentar