FILOSOFI INSPIRATIF TAHLILAN ADALAH WUJUD PENGAMALAN PANCASILA

FILOSOFI INSPIRATIF TAHLILAN ADALAH WUJUD PENGAMALAN PANCASILA (Mau nyruput kopi ilmunya silahkan disimak dan diwaca sing adem) Sebagian besar muslim di dunia sering menggelar tahlilan meski ada kelompok kecil yang begitu benci dengan tahlilan dan menganggap bid’ah padahal tidak semua bid’ah itu dilarang karena ada juga bid’ah khasanah. Kasus ini sudah sy dengar bahkan sejak sekolah di SD sampai sekarang pun sudah berumah tangga juga masih ada. Bahkan saking bencinya sampai-sampai menuduh zina lebih baik daripada tahlilan. Na’udzubillah. Apakah mereka tidak tahu bahwa di negeri Arab Saudi sendiri pun dan negeri-negeri timur tengah lain juga diadakan tahlilan meski dengan cara yang beragam tetapi pada dasarnya sama. Tahlilan sering disebut juga dengan nama majelis tahlil, selamatan kematian, kenduri arwah, dan lain sebagainya. Dalam tahlilan tidak ada sama sekali hal-hal yang bertentangan dengan hukum agama Islam karena pada dasarnya tahlilan sendiri merupakan sebuah kegiatan dzikir dan bermunajat kepada Allah swt baik dilakukan sendiri ataupun berjama’ah. Yang mana didalamnya berisi kalimat-kalimat thayyibah, tahmid, takbir, tasbih, tahlil, istighfar, hingga shalawat, do’a dan permohonan ampunan untuk orang yang meninggal dunia, pembacaan al-Qur’an untuk yang meninggal dunia dan sebagainya. Semua ini merupakan amaliyah yang tidak bertentangan dengan syariat Islam bahkan merupakan amaliyah yang memang dianjurkan untuk memperbanyaknya. Dan ternyata kalo kita cermati dan kita telusuri serta diperhatikan dengan seksama, tahlilan adalah bentuk pengamalan dasar negara yakni Pancasila. Dalam sila-sila yang ada pada Pancasila terwujud dalam bentuk tahlilan. Mari kita simak bagaimana tahlilan itu dasar dari pengalaman bangsa terhadap dasar negara Pancasila: Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa Bacaan Tahlil adalah bacaan yang meng-Esa-kan Tuhan. La ilaha illlallah, tidak ada Tuhan selain Allah. Artinya Tuhan itu Maha Esa. Dilihat dari namanya saja sudah sangat jelas. Tahlilan, sudah pasti bacaan yang paling banyak dibaca adalah bacaan Tahlil yaitu bacaan yang meng-Esa-kan Allah SWT. Dengan mengadakan tahlilan maka kita mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa dan ini berarti kita telah mengamalkan nilai-nilai sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa – La ilaha Illalloh. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Orang yang mengundang untuk Tahlilan sudah pasti Adil. Kok bisa? Karena semua yang diundang tidak diperlakukan berbeda. Semua diperlakukan sama baik itu lurah, camat, buruh, petani, karyawan, semuanya mendapatkan berkat (makanan sedekah) yang isinya sama. Bahkan para pejabat seperti Presiden, menteri, atau gubernur akan diperlakukan sama sederajat. Semua duduk lesehan yang sama, tidak ada yang satu duduk di kursi sofa, yang satu lagi duduk di kasur, yang satu duduk di lantai/ lesehan. Semua diperlakukan sama. Beradab. Sudah pasti orang yang diundang adalah orang yang beradab. Orang yang tahu sopan santun dan tata krama. Sampai detik ini, tidak pernah diberitakan ada sejarahnya jamaah tahlil yang diundang dan tahu-tahu nyelonong ke dapur yang punya hajat (rumah). Sudah pasti mereka yang diundang akan masuk ke ruang tamu yang sudah disiapkan tikar atau karpet untuk duduk lesehan. Mereka yang diundang tahlil pun tidak egois dan penuh ikhlas menghadiri undangan. Dan lagi tidak ada sejarahnya Jamma’ah Tahlilan tukang nggruduk gedebag-gedebug alias rusuh anarkis. Ini membuktikan orang yang tahlilan hanyalah orang-orang yang adil dan beradab. Itulah hakikat Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia Tahlilan adalah contoh nyata adanya persatuan. Ukhuwah Islamiyah tampak jelas dalam tahlilan. Mereka jamaah Tahlil itu sudah pasti bersatu padu, membaur dalam kebersamaan. Tidak ada ceritanya jamaah tahlil terpecah-belah. Kalau diundang tahlilan semuanya merapatkan barisan menuju tempat yang sama tempat tahlilan. Tidak ditemukan ada 1 atau 2 orang yang diundang tahlilan misalnya melakukan tahlilan di rumahnya A, 4 orang tahlilan sendiri di rumahnya B, sementara sisanya tahlilan di rumah C, padahal mereka diundang oleh orang yang sama. Mereka pasti bertemu dan bersatu di tempat yang sama, di tempat yang sudah ditentukan. Bahkan setelah acara tahlilan mereka pun bubar bersama-sama. Mereka akan pulang bila tahlilan dinyatakan selesai kecuali bagi mereka yang punya hajat mendesak. Dan yang lebih penting lagi adalah tidak tercatat dalam dunia persejarahan Indonesia, adanya tawuran dalam tahlilan atau saling jotos-jotosan. Tidak ada sejarahnya itu. ; Diantara bukti lain adanya persatuan dalam tahlilan adalah terlihat dalam bacaan tahlilan. Mereka yang tahlilan membaca kalimat thayyibah yang dicontohkan Rasulullah SAW. Mereka membaca kalimat tahlil, tahmid, dan tasbih yang sama dan secara bersama-sama. Tidak ada dalam acara tahlilan ketika jama’ah membaca tahlil, eh di sebelahnya baca tahmid, di sampingnya lagi baca tasbih. Semuanya kompak seiya sekata. Jika saatnya baca tasbih maka semuanya kompak membaca tasbih, tidak ada jama’ah yang mbedani dengan baca tahlil misalnya. Bahkan dalam tahlilan juga ada pemimpin, ada 1 imam yang memimpin acara tahlilan agar tahlilannya makin kompak, sementara yang lain harus berlapang dada menjadi makmum mengikuti perintah imam. Itu adalah wujud persatuan dan kesatuan, kebersamaan dalam beribadah, kompak dan maju bersama-sama dalam rangka mencapai satu tujuan. Karena yang tahlilan adalah orang Indonesia maka kita sebut sebagai Persatuan Indonesia. Inilah indahnya tahlilan. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Sudah kami singguh sebelumnya, bahwa seorang kyai atau ustadz atau sesepuh yang ahli agama biasanya ditunjuk sebagai pemimpin tahlilan. Pemimpin yang ditunjuk masyarakat memimpin tahlilan adalahh orang yang dianggap baik yang dipandang warga memiliki sifat teladan hasanah, penuh hikmah dan juga seorang yang penuh kebijaksanaan. Belum pernah ada ceritanya seorang pemabuk atau bandar togel memimpin tahlilan. Tidak ada ceritanya seorang bajingan jadi imam tahlil. Yang ada adalah imam yang mewakili masyarakat dalam hal kebaikan. Selain itu, tahlilan adalah wujud nyata adanya perwakilan permusyawaratan. Orang yang diundang tahlilan merupakan orang-orang yang ditunjuk atau terpilih untuk mewakili keluarga mereka, entah itu seorang ayah, laki-laki dewasa di rumahnya atau siapa pun. Tidak semua anggota keluarga ikut hadir tahlilan, tetapi cukup dipilih perwakilan dari keluarganya saja. Mereka lah wakil keluarga dan keluarga adalah rakyat. Jama’ah tahlil juga rakyat dengan seorang pimpinan yang ditunjuk jama’ah (rakyat). Dari uraian di atas maka jelas sudah perwujudan dari sila ke-empat Pancasila yang digambarkan dalam tahlilan. Tahlilan yang dipimpin oleh Imam yang hikmat dan bijaksana yang sudah dimusyawarahkan dan diwakili oleh perwakilan masing-masing. Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Sebelum, saat atau sesudah tahlilan biasanya ada pembagian berkat (makanan sedekah). Inilah saat-saat yang ditunggu rakyat Indonesia, prosesi pembagian berkat. Dalam prosesi bagi-bagi berkat semua undangan yang hadir mendapatkan bagian berkat yang sama. Kalau berkat itu isinya nasi putih dan telor maka semuanya pun isinya nasi putih dan telor, begitupun kalo isinya nasi putih dan tempe saja maka juga semuanya mendapatkan isi berkat yang sama. Tidak ada satu jama’ah misalnya dapat berkat isinya nasi putih dan tempe, sementara jama’ah lainnya dapat pizza atau burger atau malah tidak mendapatkan berkat (kecuali kalo memang stok berkat melebihi kuota). Setiap jama’ah juga mendapatkan masing-masing satu berkat, tidak ada acara dobel-dobel berkat apalagi tripel-tripelan. Tidak ada rumusnya kalo lurah mesti dapat 2 berkat, petani 1 berkat, tukang becak tidak dapat berkat. Jika semua dapat 1 berkat maka yang lain pun dapat 1 berkat. Dan berkat ini juga mempunyai nilai sosial. Berkat ini kan biasanya dibungkus dan dibawa pulang ke rumah masing-masing. Dengan begitu orang-orang yang tidak hadir dalam acara tahlilan dapat menikmati betapa nikmatnya makanan berkat ini. Di rumah itu ada istri dan anak, sehingga mereka pun dapat ikut makan berkat bersama meski tidak ikut tahlilan. Dan yang paling penting adalah berkat itu meningkatkan gizi masyarakat. Insya Allah kalo bangsa Indonesia sering mengadakan tahlilan maka tidak akan ditemukan adanya orang yang kurang gizi karena tahlilan itu nyata-nyata dapat meningkatan gizi ruhani dan gizi jasadi. Rasa sosial yang dimiliki ahli tahlilan begitu tinggi. Begitulah nilai-nilai prinsip keadilan dan sosial tertanam dalam tahlilan. Semua berkat dibagi rata dan adil, tanpa ada perbedaan strata sosial, seluruhnya mendapat berkat yang sama, bahkan yang tidak ikut tahlilan pun dapat menikmati kelezatan berkat. Dampak sosialnya pun sungguh luar biasa karena berdasarkan bukti-bukti ilmiah tahlilan itu dapat meningkatkan gizi masyarakat, gizi ruhani dan gizi jasadi. Inilah yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat yang mengadakan tahlilan adalah masyarakat yang adil dan mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Sangat berbeda dengan orang-orang yang benci tahlilan apalagi malah membuang-buang makanan berkat. Sungguh membuang makanan berkat adalah tindakan mubazir seperti yang dicontohkan oleh syetan. Sungguh membuang berkat tahlilan itu bagian dari kufur nikmat karena berkat adalah bagian nikmat yang tak ternilai. Coba pikirkan, banyak saudara-saudara kita mungkin yang kelaparan dan butuh makanan, tetapi ini kok ada orang yang katanya muslim justru membuang-buang berkat dengan alasan yang tidak masuk akal dan tidak diterima dalam agama. Semoga umat Islam di Indonesia menyadari betapa nilai-nilai yang ada dalam Pancasila sudah terkandung dalam acara tahlilan. Dengan mengadakan tahlilan berarti kita telah mengamalkan Pancasila. Ini penting sekali untuk diajarkan kepada generasi penerus bangsa untuk terus melestarikan tahlilan. Melalui tahlilan berarti kita telah mengamalkan agama dan Pancasila. Tahlilan juga terbukti secara nyata dapat meningkatkan gizi masyarakat dan menjadikan masyarakat semakin terjalin rasa persatuan dan kesatuan. Jangan ragu lagi tahlilan, yuk kita galakan kembali tahlilan di rumah-rumah kita. Mari wujudkan Tahlilan Nasional untuk kemajuan bangsa dan negara. Pesan saya pribadi : Jangan ganggu dan rusak amalan orang lain sesama muslim jika belum tahu benar landasan ilmunya. Jangan mengharamkan sesuatu yang sesungguhnya bukan haram, sejatinya sikap apriori dan fitnahan ahli bid’ah nantinya berbalik sendiri ke diri Anda dan hukumnya justru haram. Ibarat analogi sederhana Apakah pantas amalan ibadah Sedekah dan dzikir dikatakan Haram? Silahkan baca riwayat hidup Almarhum Al Musnid Al Hafidz Syaikh Abuya Sayyid Al-Maliki Al-Hasani As-Saud Ulama Besar Muktabar Internasional dari Mekkah – Saudi Arabia. Dikisahkan saat meninggal dunia, ketika Habib Ali Al-Jufri Yaman ingin membuka dan melihat wajah dan jasad beliau di pembaringan langsung pingsan tiba-tiba karena bertemu langsung bak sekilat halilintar dengan Wujud Arwah Nabi SAW yang tidak bisa ditiru oleh ilmu Iblis apalagi jin dan syaitan. Saat kejadian Nabi Muhammad SAW berkata kepada Habib Ali : “Wahai Ali, biarkan jasad Abuya ini Aku yang mengurusnya sendiri ’’. Dikisahkan bahwa selama hidupnya ulama ini telah menghidupkan sunnah Nabi SAW yaitu Peringatan Maulud nabi dan tahlilan termasuk ziarah kubur para wali Allah SWT. Inilah bukti Karomah Allah SWT kepada Jasad Abuya Sayyid Al-Maliki sampai akhir hayatnya. Belum lagi kisah Buya Hamka-Sumbar yang menjelang akhir hidupnya menghidupkan doa qunut dan mengakui amalan tahlilan pada perkara ini. Biarkan waktu jualah yang akan menjawab semua itu. Amalanmu Amalanku. Nafsi-nafsi. Wallahu a’lam bi showab. Laskar Kalijaga Bogor Agrend Wisnu Kusuma Santri Jagad Sumber : Disadur dan dicopas dari berbagai sumber portal Aswaja NU Center Hadanallah Wa iyyakum ajma'in Wal afwu minkum wallahul muwafiq ila aqwamith thoriq.

Komentar

Postingan Populer